TANGERANG, KOMPAS.com - Mempertahankan usaha kain tenun tradisional yang berdiri sejak 1989 bukanlah tugas mudah.
Pasalnya, kain tenun tradisional harus menghadapi tantangan untuk tetap bertahan dan diminati pasar di tengah berkembangnya industri tekstil modern yang menawarkan harga lebih kompetitif.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Tenun Imam terus berinovasi menghasilkan desain kekinian tanpa menghilangkan ciri khas desain yang sudah dikenal. Hal ini membuat usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ini tetap eksis hingga sekarang.
Co-Owner of Tenun Imam Wim Alfian bercerita, Tenun Imam merupakan usaha yang didirikan ayahnya pada 1989. Ayahnya yang bernama Imam merupakan perajin tenun lulusan Politeknik Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (STTT) Bandung.
Dalam proses pembuatan kain tenun, Tenun Imam memadukan berbagai teknik inovatif, seperti tapestry dan sisipan pakan. Dengan menggunakan teknik ini, Tenun Imam berhasil menciptakan kain berkualitas tinggi dari bahan sutra, katun, dan rayon.
Wim Alfian menjelaskan, salah satu ciri khas Tenun Imam adalah mengeksplorasi motif yang belum dilirik oleh penenun lain, seperti tenun bulu. Desain dan motif tenun ini lebih menonjolkan tekstur di kain.
Menurutnya, Imam sebagai pendiri UMKM ini sudah mengeksplorasi motif sejak 1995. Sekarang, motif ini juga sudah banyak digunakan oleh penenun lain.
“Ayah saya sudah mengawali motif tenun bulu sejak 1995. Sementara itu, motif ini baru booming sekitar 2015,” kata Alfian saat ditemui Kompas.com dalam BRI UMKM EXPO(RT) 2025 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (30/1/2025).
Wim Alfian bercerita, tenun motif bulu merupakan hasil kreasi kreasi dari ayahnya. Sebagai penerus, ia mengembangkan motif ini dengan sedikit variasi supaya memiliki inovasi.
Selama 36 tahun menjalankan usaha, Tenun Imam menghadapi sejumlah tantangan, khususnya dalam mengedukasi konsumen yang masih baru.
Misalnya, mengedukasi konsumen mengenai proses pembuatan kain tenun hand made beserta hambatan dan kesulitannya.
“Dengan mengetahui proses pembuatan kain, konsumen bisa mengapresiasi kain tenun,” katanya.
Produk Tenun Imam, lanjut Wim Alfian, dibanderol dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 500.000 hingga di atas Rp 5 juta. Menurutnya, harga kain tenun ditentukan berbagai faktor, seperti tingkat kesulitan desain serta bahan yang digunakan.
Dalam pembuatan kain tenun, tingkat kesulitan pembuatan memengaruhi ongkos kerja. Menurutnya, ongkos ini lebih dominan ketimbang biaya material.
“Jadi, meskipun kain tenun menggunakan material yang relatif terjangkau, seperti katun, harganya bisa mahal jika tekniknya sulit dibuat,” ujar Wim Alfian.
Wim Alfian mengaku dalam sebulan, Tenun Imam dapat menjual 20 atau 30 kain tenun tergantung kondisi pasar. Adapun omset yang dihasilkan dalam sebulan sekitar Rp 200 juta. Menurutnya, omsetnya sebelum pandemi Covid-19 lebih besar karena mampu melampaui Rp 200 juta.
Penjualan Tenun Imam, katanya, memang sudah kembali naik pasca Covid-19. Meski demikian, omset yang didapat belum bisa seperti sedia kala. Menurutnya, konsumennya cenderung membeli kain tenun dengan jumlah relatif lebih sedikit ketimbang sebelum pandemi.
Terkait ekspor, Wim Alfian mengaku belum terpikir untuk melakukannya. Pasalnya, proses pembuatan kain Tenun Imam masih dilakukan secara handmade dan tergolong membutuhkan waktu penyelesaian lama. Dalam sehari, ia hanya mampu menjahit lima sampai 10 sentimeter untuk satu kain.
“Mungkin ekspor bisa dilakukan jika permintaannya sesuai kapasitas kami. Namun, untuk ekspor yang mengejar kuantitas, kami belum bisa melakukannya,” tuturnya.
Dukungan BRI
Wim Alfian berterima kasih kepada BRI karena telah menyertakan Tenun Imam dalam BRI UMKM EXPO(RT) 2025. Tenun Imam sudah mengikuti pameran BRILIANPRENEUR sejak penyelenggaraan kedua. Menurut pengakuannya, beberapa petinggi BRI juga kerap membeli kain tenun hasil kerajinannya.
Terkait BRI UMKM EXPO(RT) 2025, Wim Alfian mengaku amat terbantu dengan fasilitas pameran. Melalui pameran ini, Tenun Imam dapat memperluas akses pasar melalui fasilitas promosi dan pemasaran.
Selain penjualan, BRI juga membantu memfasilitasi akomodasi dan transportasi UMKM di BRI UMKM EXPO(RT) 2025. Hal ini membantu UMKM untuk fokus berjualan tanpa memikirkan urusan logistik.
“Tenun Imam sudah berkali-kali mengikuti expo dari BRI. Kami merasa terbantu untuk memperluas akses pasar, terutama di Jakarta,” kata Wim Alfian.
Dukung UMKM mendunia
Pada kesempatan sama, Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan bahwa BRI fokus kepada bisnis UMKM serta konsisten menumbuhkembangkan dan memberdayakan pelaku UMKM di Tanah Air.
Pada tahun ini, BRI UMKM EXPO(RT) 2025 diikuti 1.000 UMKM terbaik yang berhasil lolos seleksi ketat. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya hanya 700 UMKM Bazaar.
“BRI menargetkan sales volume tahun ini mencapai Rp 38 miliar setelah melihat pertambahan dari sisi peserta UMKM,” kata Sunarso.
Adapun jumlah pengunjung eksibisi diproyeksikan menembus 50.000 orang. Angka ini naik signifikan dibandingkan penyelenggaraan tahun sebelumnya dengan 26.315 pengunjung.
BRI juga menargetkan business matching senilai 89,4 juta dollar AS sepanjang 2025 atau setara Rp 1,44 triliun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan capaian 81,3 juta dollar AS pada 2023.
Tahun ini, jumlah pembeli dan negara yang berpartisipasi dalam business matching diproyeksikan meningkat menjadi 94 buyers dari 33 negara, dibandingkan 86 buyer dari 30 negara pada tahun lalu.
Sebagai perbandingan, pada penyelenggaraan perdana di 2019, business matching mencatat nilai 33,5 juta dollar AS dengan 16 buyer dari 7 negara. Nilai ini meningkat menjadi 57,5 juta dollar AS pada 2020, melibatkan 26 buyer dari 11 negara.
Tren positif tersebut berlanjut dengan pencapaian 81,3 juta dollar AS pada 2023. BRI juga berkolaborasi dengan Kementerian Perdagangan untuk mengadakan business matching secara rutin sebanyak dua kali dalam sebulan. Hal ini guna memperluas akses pasar ekspor bagi UMKM binaan BRI.
Informasi lebih lanjut terkait gelaran tersebut dapat diakses melalui https://briumkmexport.com/.